Rabu, 04 April 2012

Hal dalam mengembangkan potensi

Hal yang menentukan optimalnya potensi

beberapa hal yang dapat menentukan seseorang dapat meraih prestasi dalam hidupnya, di antaranya:
·         Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan,
·         Sehat jasmani dan rohani,
·         Memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
·         Memiliki semangat bersaing yang tinggi,
·         Selalu berpikir positif,
·         Memiliki keuletan, ketekunan, dan kedisiplinan yang tinggi,
·         Semangat bekerja keras,
·         Memiliki bakat dan tekad yang kuat,
·         Selalu optimis dalam memandang kehidupan,
·         Enerjik dan berjiwa dinamis, serta
·         Mampu menghargai orang lain.

Dan dalam membentuk manusia yang berprestasi, salah satu komponen tambahannya adalah manusia tersebut harus mempunyai karakter yang menurut Niehoff disebut sebagai syarat pembaharu (inovator) sebagai berikut.

  • Mampu berkomunikasi secara mantap, baik secara formal
  • maupun personal.
  • Mampu melakukan peranan dan menunjukkannya berdasarkan
  • kemampuan dalam bahasa, pengertian budaya, kesanggupan
  • teknis, dan keanggotaan dalam masyarakat secara resmi.
  • Mampu menunjukkan ide atau teknik baru (demonstrasi) kepada
  • penerima pembaruan sebagai sebuah metode yang meyakinkan
  • mereka untuk menerimanya.
  • Partisipasi golongan, sasaran ini karena mereka itulah yang kemudian
  • diharapkan melanjutkan ide baru yang dibawakan oleh
  • mereka sendiri.
  • Memanfaatkan pola kebudayaan golongan sasaran (secara
  • adaptasi atau bersaing secara sehat).
  • Penggunaan lingkungan setempat yang relevan.
  • Penggunaan atau cara memilih waktu yang tepat di dalam usaha
  • membawa ide baru itu.
  • Pemilikan cara membina keluwesan (flexibility) yang tepat, kalau
  • perlu mengubah taktik menjadi sesuai dengan keadaan atau
  • kesulitan yang dihadapi.
  • Membina keberlanjutan (kontinuitas) demi memelihara kepercayaan golongan sasaran.
  • Memperhatikan pemeliharaan inovasi baru itu dalam golongan sasaran yang telah menerimanya.

bagaimana mengembangkan potensi

Kisah Sekolah Para Binatang
(by Dr. Thomas Amstrong)



Syahdan di tengah-tengah hutan belantara Sumatera berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “disamakan dengan manusia”, sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia. Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia.

Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk bisa lulus dan mendapatkan ijazah ; setiap siswa harus berhasil pada lima mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran.Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah; Terbang, Berenang, Memanjat, Berlari dan Menyelam
Mengingat bahwa sekolah ini berstatus “Disamakan dengan manusia”, maka para binatang berharap kelak mereka dapat hidup lebih baik dari binatang lainya, sehingga berbondong-bondonglah berbagai jenis binatang mendaftarkan diri untuk bersekolah disana; mulai dari; Elang, Tupai, Bebek, Rusa dan Katak
Proses belajar mengajarpun akhirnya dimulai, terlihat bahwa beberapa jenis binatang sangat unggul dalam mata pelajaran tertentu; Elang sangat unggul dalam pelajaran terbang; dia memiliki kemampuan yang berada diatas binatang-binatang lainnya dalam hal melayang di udara, menukik, meliuk-liuk, menyambar hingga bertengger didahan sebuah pohon yang tertinggi.

Tupai sangat unggul dalam pelajaran memanjat; dia sangat pandai, lincah dan cekatan sekali dalam memanjat pohon, berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Hingga mencapai puncak tertinggi pohon yang ada di hutan itu.
Sementara bebek terlihat sangat unggul dan piawai dalam pelajaran berenang, dengan gayanya yang khas ia berhasil menyebrangi dan mengitari kolam yang ada didalam hutan tersebut.

Rusa adalah murid yang luar biasa dalam pelajaran berlari; kecepatan larinya tak tertandingi oleh binatang lain yang bersekolah di sana. Larinya tidak hanya cepat melainkan sangat indah untuk dilihat.
Lain lagi dengan Katak, ia sangat unggul dalam pelajaran menyelam; dengan gaya berenangnya yang khas, katak dengan cepatnya masuk kedalam air dan kembali muncul diseberang kolam.
Begitulah pada mulanya mereka adalah murid-murid yang sangat unggul dan luar biasa dimata pelajaran tertentu. Namun ternyata kurikulum telah mewajibkan bahwa mereka harus meraih angka minimal 8 di semua mata pelajaran untuk bisa lulus dan mengantongi ijazah.

Inilah awal dari semua kekacauan.itu; Para binatang satu demi satu mulai mempelajari mata pelajaran lain yang tidak dikuasai dan bahkan tidak disukainya.
Burung elang mulai belajar cara memanjat, berlari, namun sayang sekali untuk pelajaran berenang dan menyelam meskipun telah berkali-kali dicobanya tetap saja ia gagal; dan bahkan suatu hari burung elang pernah pingsan kehabisan nafas saat pelajaran menyelam.

Tupaipun demikian; ia berkali-kali jatuh dari dahan yang tinggi saat ia mencoba terbang. Alhasil bukannya bisa terbang tapi tubuhnya malah penuh dengan luka dan memar disana-sini.
Lain lagi dengan bebek, ia masih bisa mengikuti pelajaran berlari meskipun sering ditertawakan karena lucunya, dan sedikit bisa terbang; tapi ia kelihatan hampir putus asa pada saat mengikuti pelajaran memanjat, berkali-kali dicobanya dan berkali-kali juga dia terjatuh, luka memar disana sini dan bulu-bulunya mulai rontok satu demi satu.

Demikian juga dengan binatang lainya; meskipun semua telah berusaha dengan susah payah untuk mempelajari mata pelajaran yang tidak dikuasainya, dari pagi hingga malam, namun tidak juga menampakkan hasil yang lebih baik.
Yang lebih menyedihkan adalah karena mereka terfokus untuk dapat berhasil di mata pelajaran yang tidak dikuasainya; perlahan-lahan Elang mulai kehilangan kemampuan terbangnya; tupai sudah mulai lupa cara memanjat, bebek sudah tidak dapat lagi berenang dengan baik, sebelah kakinya patah dan sirip kakinya robek-robek karena terlalu banyak berlatih memanjat. Katak juga tidak kuat lagi menyelam karena sering jatuh pada saat mencoba terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. Dan yang paling malang adalah Rusa, ia sudah tidak lagi dapat berlari kencang, karena paru-parunya sering kemasukan air saat mengikuti pelajaran menyelam.

Akhirnya tak satupun murid berhasil lulus dari sekolah itu; dan yang sangat menyedihkan adalah merekapun mulai kehilangan kemampuan aslinya setelah keluar dari sekolah. Mereka tidak bisa lagi hidup dilingkungan dimana mereka dulu tinggal, ya.... kemampuan alami mereka telah terpangkas habis oleh kurikulum sekolah tersebut. Sehingga satu demi satu binatang-binatang itu mulai mati kelaparan karena tidak bisa lagi mencari makan dengan kemampuan unggul yang dimilikinya..

Tidakkah kita menyadari bahwa sistem persekolahan manusia yang ada saat inipun tidak jauh berbeda dengan sistem persekolahan binatang dalam kisah ini. Kurikulum sekolah telah memaksa anak-anak kita untuk menguasai semua mata pelajaran dan melupakan kemampuan unggul mereka masing-masing. Kurikulum dan sistem persekolahan telah memangkas kemampuan alami anak-anak kita untuk bisa berhasil dalam kehidupan menjadi anak yang hanya bisa menjawab soal-soal ujian.


Akankah nasib anak-anak kita kelak juga mirip dengan nasib para binatang yang ada disekolah tersebut?


Bila kita kaji lebih jauh produk dari sistem pendidikan kita saat ini bahkan jauh lebih menyeramkan dari apa yang digambarkan oleh fabel tersebut; bayangkan betapa para lulusan dari sekolah saat ini lebih banyak hanya menjadi pencari kerja dari pada pencipta lapangan kerja, betapa banyak para lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang digelutinya selama bertahun-tahun, sebuah pemborosan waktu, tenaga dan biaya. Betapa para lulusan sekolah tidak tahu akan dunia kerja yang akan dimasukinya, jangankan kemapuan keahlian, bahkan pengetahuan saja sangatlah pas-pasan, betapa hampir setiap siswa lanjutan atas dan perguruan tinggi jika ditanya apa kemampuan unggul mereka, hampir sebagian besar tidak mampu menjawab atau menjelaskannya.

Begitupun setelah mereka berhasil mendapatkan pekerjaan, berapa banyak dari mereka yang tidak memberikan unjuk kerja yang terbaik serta berapa banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaanya.

Belum lagi kita bicara tentang carut marut dunia pendidikan yang kerapkali dihiasi tidak hanya oleh tawuran pelajar melainkan juga tawuran mahasiswa. Luar biasa“Maha Siswa” julukan yang semestinya dapat dibanggakan dan begitu agung karena Mahasiswa adalah bukan siswa biasa melainkan siswa yang “Maha”. Namun nyatanya ya Tawuran juga. Masihkah kita bisa berharap dari para pelajar kita yang seperti ini. Dan seperti apa potret negeri kita kedepannya dengan melihat potret generasi penerusanya saat ini?


Apa yang menjadi biang keladi dari kehancuran sistem pendidikan di negeri ini...?
1. Sistem yang tidak menghargai proses
Belajar adalah proses dari tidak bisa menjadi bisa. Hasil akhir adalah buah dari kerja setiap proses yang dilalui. Sayangnya proses ini sama sekali tidak dihargai; siswa tidak pernah dinilai seberapa keras dia berusaha melalui proses. Melainkan hanya semata-mata ditentukan oleh ujian akhir. Keseharian siswa dalam belajar tidak ada nilainya, jadi wajar saja apa bila suatu ketika ada siswa yang berkata bahwa yang penting ujian akhir bisa, gak perlu masuk setiap hari.

2. Sistem yang hanya mengajari anak untuk menghafal bukan belajar dalam arti sesunguhnya
Apa beda belajar dengan menghafal; Produk dari sebuah pembelajaran kemampuan atau keahlian yang dikuasai terus menerus. Contoh yang paling sederhana adalah pada saat anak belajar sepeda. Mulai dari tidak bisa menjadi bisa, dan setelah bisa ia akan bisa terus sepanjang masa. Sementara produk dari menghafal adalah ingatan jangka pendek yang dalam waktu singkat akan cepat dilupakan. Perbedaan lain bahwa belajar membutuhkan waktu lebih panjang sementara menghafal bisa dilakukan hanya dalam 1 malam saja. Padahal pada hakekatnya Manusia dianugrahi susunan otak yang paling tinggi derajadnya dibanding mahluk manapun didunia. Fungsi tertinggi dari otak manusia tersebut disebut sebagai cara berpikir tingkat tinggi atau HOT; yang direpresentasikan melalui kemampuan kreatif atau bebas mencipta serta berpikir analisis-logis; sementara fungsi menghafal hanyalah fungsi pelengkap. Keberhasilan seorang anak kelak bukan ditentukan oleh kemampuan hafalannya melainkan oleh kemampuan kreatif dan berpikir kritis analisis.

3. Sistem sekolah yang berfokus pada nilai
Nilai yang biasanya diwakili oleh angka-angka biasanya dianggap sebagai penentu hidup dan matinya seorang siswa. Begitu sakral dan gentingnya arti sebuah nilai pelajaran sehingga semua pihak mulai guru, orang tua dan anak akan merasa rasah dan stress jika melihat siswanya mendapat nilai rendah atau pada umumnya dibawah angka 6 (enam).

Setiap orang dikondisikan untuk berlomba-lomba mencapai nilai yang tinggi dengan cara apapun tak perduli apakah si siswa terlihat setangah sekarat untuk mencapainya. Nyatanya toh dalam kehidupan nyata, nilai pelajaran yang begitu dianggung-anggungkan oleh sekolah tersebut tidak berperan banyak dalam menentukan sukses hidup seseorang. Dan lucunya sebagian besar kita dapati anak yang dulu saat masih bersekolah memiliki nilai pas-pasan atau bahkan hancur, justru lebih banyak meraih sukses dikehidupan nyata.

Mari kita ingat-ingat kembali saat kita masih bersekolah dulu; betapa bangganya seseorang yang mendapat nilai tinggi dan betapa hinanya anak yang medapat nilai rendah; dan bahkan untuk mempertegas kehinaan ini, biasanya guru menggunakan tinta dengan warna yang lebih menyala dan mencolok mata.
Sementara jika kita kaji lagi; apakah sesungguhnya representasi dari sebuah nilai yang diagung-agungkan disekolah itu...?Nilai sesungguhnya hanyalah representasi dari kemampuan siswa dalam “menghapal” pelajaran dan terkadang ada juga “subjektifitas” guru yang memberi nilai tersebut terhadap siswanya.

Meskipun kerapkali guru menyangkalnya, cobalah anda ingat-ingat; berapa lama anda belajar untuk mendapatkan nilai tersebut; apakah 3 bulan...? 1 bulan..? atau cukup hanya semalam saja..? Kemudian coba ingat-ingat kembali, jika dulu saat bersekolah, ada diantara anda yang pernah bermasalah dengan salah seorang guru; apakah ini akan mempengaruhi nilai yang akan anda peroleh..?

Jadi mungkin sangat wajar; meskipun kita banyak memiliki orang “pintar” dengan nilai yang sangat tinggi; negeri ini masih tetap saja tertinggal jauh dari negara-negara maju. Karena pintarnya hanya pintar menghafal dan menjawab soal-soal ujian.

4. Sistem pendidikan yang Seragam-sama untuk setiap anak yang berbeda-beda
Siapapun sadar bahwa bila kita memiliki lebih dari 1 atau 2 orang anak; maka bisa dipastikan setiap anak akan berbeda-beda dalam berbagai hal. Andalah yang paling tahu perbedaan-perbedaanya. Namun sayangnya anak yang berbeda tersebut bila masuk kedalam sekolah akan diperlakukan secara sama, diproses secara sama dan diuji secara sama.

Menurut hasil penelitian Ilmu Otak/Neoro Science jelas-jelas ditemukan bahwa satiap anak memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan dalam bidang yang berbeda-beda. Mulai dari Instingtif otak kiri dan kanan, Gaya Belajar dan Kecerdasan Beragam. Sementara sistem pendidikan seolah-oleh menutup mata terhadap perbedaan yang jelas dan nyata tersebut yakni dengan mengyelenggaraan sistem pendidikan yang sama dan seragam. Oleh karena dalam setiap akhir pembelajaran akan selalu ada anak-anak yang tidak bisa/berhasil menyesuaikan dengan sistem pendidikan yang seragam tersebut.

5. Sekolah adalah Institusi Pendidikan yang tidak pernah mendidik
Sekilas judul ini tampaknya membingungkan; tapi sesungguhnya inilah yang terjadi pada lembaga pendidikan kita.

Apa beda mendidik dengan mengajar...?

Ya.. tepat!, mendidik adalah proses membangun moral/prilaku atau karakter anak sementara mengajar adalah mengajari anak dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak bisa menjadi bisa.
Produk dari pengajaran adalah terbangunnya cara berpikir kritis dan kreatif yang berhubungan dengan intelektual sementara produk dari pendidikan adalah terbangunnya prilaku/akhlak yang baik.

Ya..! memang betul dalam kurikulum ada mata pelajaran Agama, Moral Pancasila, Civic dan sebagainya namun dalam aplikasinya disekolah guru hanya memberikan sebatas hafalan saja; bukan aplikasi dilapangan. Demikian juga ujiannya dibuat berbasiskan hafalan; seperti hafalan butir-butir Pancasila dsb. Tidak berdasarkan aplikasi siswa dilapangan seperti praktek di panti-panti jompo; terjun menjadi tenaga sosial, dengan sistem penilaian yang berbasiskan aplikasi dan penilaian masyarakat (user base evaluation).

Bayangkan pernah ada suatu ketika sebuah sekolah SD yang gedungnya bersebelahan dengan rumah penduduk, dan saat itu mereka sedang belajar tentang pendidikan moral, sementara persis di sebelah sekolah tersebut sedang ada yang meninggal dunia, namun anehnya tak ada satupun dari sekelah tersebut yang datang mengirim utusan untuk berbela sungkawa di rumah tersebut. Alih-alih sekolahnya malah ribut sehingga ketua RW setempat sempat menegur pihak sekolah atas kejadian tersebut.

Mungkin wajar saja jika anak-anak kita tidak pernah memiliki nilai moral yang tertanam kuat di dalam dirinya; melainkan hanya nilai moral yang melintas semalam saja dikepalanya dalam rangka untuk dapat menjawab soal-soal ujian besok paginya.

Artikel ini di ambil dari Tulisan Dr. Thomas Amstrong, pemerhati dan praktisi Pendidikan Berbasis Multiple Intelligence dari AS, yang dibuat sekitar tahun 1990an.dan telah disesuaikan dengan konteks Indonesia saat ini.

Mari kita renungkan bersama dengan hati dan nurani kita yang terdalam dan mari kita ambil hikmahnya. dan mulai sekarang dari diri kita masing-masing dan mulai lingkungan terdekat kita ...... keluarga




Pengertian potensi

Pengertian Potensi Diri
Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patent yang berarti keras, kuat. Dalam pemahaman lain, kata potensi mengandung arti kekuatan, kemampuan, daya,baik yang belum maupun yang sudah terwujud, tetapi belum optimal. Sementara dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud potensi adalah kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh seseorang, namun belum dipergunakan secara maksimal.
Berbagai pengertian di atas, memberi pemahaman kepada kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, yang menjadi tugas berikutnya bagi
manusia yang berpotensi adalah bagaimana mendayagunakan potensi tersebut untuk meraih prestasi. Potensi dapat menjadi perilaku apabila dikembangkan
melalui proses pembelajaran. Orang tidak dapat mewujudkan potensi
diri dalam perilaku apabila potensi yang dimiliki itu tidak dikembangkan melalui
pembelajaran. Potensi yang dimiliki oleh manusia dapat berkembang ke arah yang baik atau tidak baik. Jika seseorang hidup di lingkungan yang tidak baik, potensinya juga akan berkembang ke arah yang tidak baik sehingga perilakunya tidak baik. Untuk mencegah perilaku yang tidak baik, manusia memerlukan usaha yang sadar
dan sistematis untuk menangkalnya. Usaha tersebut diperoleh melalui pendidikan secara formal maupun nonformal, di samping pendidikan pergaulan yang baik.
Proses pendidikan untuk mengembangkan potensi ke arah yang baik itu dilakukan melalui hubungan dengan orang lain atau interaksi sosial. Proses pendidikan tersebut memberi kita pengertian tentang wawasan pendidikan.
Wawasan pendidikan adalah cara memandang bahwa pendidikan merupakan proses pemanusiaan dan dilakukan dalam interaksi dengan manusia lain sehingga membawa akibat adanya penyebutan anak didik berubah menjadi subjek didik.
Oleh karena itu, guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi yang tahu segalanya. Tanggung jawab pendidik adalah menyediakan dan mengatur kondisi yang memudahkan subjek didik dalam belajar.
Cara pandang dalam wawasan pendidikan sekarang sejalan
dengan ajaran Ki Hajar Dewantara, yaitu
a. Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh);
b. Ing madya mangun karso (di tengah membangkitkan hasrat untuk belajar);
c. Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan).

Sabtu, 31 Maret 2012

Potensi

 Bayangkan anda berada di atas tempat dan posisi paling tinggi dan lebih dari yang lain ...... dan coba bicara dan teriak laksana anda sebagai pemimpin yang dinanti oleh semua orang ..... datang dinanti pergi diharapkan kehadirannya .... Maka dari itu semasa anda hidup berbuat baiklah pada orang lain sehingga bila anda tiada nama masih tetap harum ... ibarat pepatah Saat engkau lahir Engkau menangis dan dunia tersenyum menyambutmu ......maka berbuat baiklah selama hidup di dunia sehingga dunia menangis saat engkau pergi dan engkau tersenyum menghadap Nya ...  

Potensi Diri

Ketika Allah menghidupkan kita kembali, yang menghiasi kita adalah amal perbuatan semasa hidup....


IstimewaPertanyaan pentingnya adalah,apakah kita percaya pada Hari Kebangkitan? Kalau tidak, maka mentahlah semua kepercayaan kita kepada Allah selaku Penguasa Tunggal atas kehidupan, di dunia dan di akhirat. Karena salah satu landasan iman dan kepercayaan yang benar kepada Allah SWT. ialah bahwa kita meyakini adanya Hari Kebangkitan. Dan itu artinya kita meyakini Allah sebagai Yang Maha Menciptakan dan Mengembalikan.
Tadinya kita tiada, lalu Allah menjadikannya ada – untuk kemudian kembali kepada tiada melalui kematian, dan selanjutnya Allah akan mengembalikan kita (menjadikan kita ada kembali) di Hari Kebangkitan di akhirat. Nah, kalau kita mempercayai itu, maka kita akan paham bahwa kehidupan di dunia ini fana adanya. Hanya sementara.
Sebab, apabila akhir usia kita telah sampai – tak peduli berapa panjang atau pendeknya, kita harus kembali kepada ketiadaan, kembali kepada Tuhan yang telah menciptakan kita, yang menguasai jiwa kita, ruh kita.
IstimewaDan apabila hal itu terjadi, tentunya seperti kita ketika lahir – tiada membawa apa-apa. Sebab, tiada gunanya apa pun yang dikuburkan bersama kita. Karena urusan kita sudah bukan lagi fisik, melainkan non-fisik. Tugas fisik kita telah selesai selama di dunia, maka kini adalah urusan kita secara non-fisik kepada Tuhan. Karena kita harus mempertanggung-jawabkan segala yang telah Tuhan amanatkan kepada kita. Kalau rapor kita bagus, ya selamatlah kita. Namun kalau sebaliknya, tamatlah sudah.
IstimewaKita dilahirkan dalam keadaan suci, dan diperintahkan untuk menjaga kesucian itu. Bahkan menghiasinya dengan berbagai amal kebajikan dan ketaatan kepada Sang Khalik. Namun sayangnya, kebanyakan dari kita tidak ingat akan misi utama itu. Karena umumnya kita lebih suka bermain-main dengan dunia dan mengabaikan kewajiban kita terhadap Tuhan yang telah memberi kita banyak hal. Dan karenanya, kita kemudian kembali kepada Allah sebagai hamba yang bergelimang kekotoran.
Kita ini diciptakan sebagai makhluk istimewa. Karena hanya kita yang dilahirkan dengan fitrah dan kemudian diizinkan untuk mengisi hidup kita dengan apa pun yang kita mau. Sehingga kita bisa berubah menjadi apa pun seperti yang kita mau. Kita yang terlahir bersih suci, bisa kembali kepada Allah sebagai manusia yang mulia, atau sebaliknya sebagai manusia yang lebih rendah dari binatang.

Istimewa Kita diciptakan dan dilahirkan dengan potensi. Dan potensi itulah yang akan mengisi hidup kita luar-dalam. Namun tentu saja luar dan dalam itu tidak selalu sama. Bisa jadi luarnya terhormat, mulia, luar biasa di mata manusia – namun sesungguhnya di dalamnya keropos, rusak, berkarat, kotor. Atau sebaliknya, di luarnya terlihat biasa saja – namun di dalamnya penuh dengan kemuliaan.
Kita bisa menjadikan diri kita apa saja. Seperti babi yang rakus, atau serigala yang licik, maupun monyet yang rakus. Itu terserah kita. Karena kita juga bisa meraih derajat yang jauh lebih mulia dari malaikat. Semua potensi itu sudah ditanamkan Allah ke dalam diri kita, dan tinggal kita sendirilah yang memilih akan menjadikan diri kita apa.
Istimewa Tantangannya jelas. Jalan menuju kebaikan itu sulit dan melelahkan. Sedangkan jalan kepada kesesatan itu sangatlah mudah dan terlihat indah, karena sesuai dengan nafsu syahwat kita. Namun sesungguhnya, mereka yang memilih jalan kebaikan, hidupnya penuh oleh ketenangan dan selalu merasa cukup – meski hanya memiliki sedikit. Sedangkan mereka yang menempuh jalan sesat akan selalu merasa kurang dan tidak tenang, walaupun orang lain melihatnya telah memiliki segalanya.
Karena kenikmatan dunia itu laksana air laut, yang semakin diminum akan membuat kita jadi semakin haus. Dan ujungnya adalah malapetaka. Karena kita akan berakhir dengan perut rusak, dan dahaga yang terus menggila – padahal perut kita sudah tak mampu diisi lagi....
Jadi, mari kita syukuri hidup kita – meski seadanya, dan kita jaga hati kita dalam keikhlasan dan ketaatan kepada Allah SWT. yang telah memberi kita banyak hal.... yang kita tidak bisa untuk menghitungnya ..... bahkan tidak mungkin bisa .......